Merawat Sang Petani Hutan
27 July 2022

Burung berparuh panjang itu terbang mengelilingi hutan yang membentang luas menebar berbagai biji pepohonan. Dalam sehari, jumlah biji yang ia tebar sangat banyak. Biji-biji itu jatuh ke tanah. Disiram hujan dan pada akhirnya menumbuhkan pepohonan baru. Pohon-pohon baru itu tumbuh mepohon itu tumbuh menjulang seiring berjalannya waktu. Membuat hutan tetap rimbun di tengah berbagai ancaman yang menghadang. Ia si burung rangkong. Sang petani hutan sejati yang memencarkan biji setiap hari ke seluruh penjuru hutan. Perannya sangat dibutuhkan untuk menjaga bentang alam tetap lestari.  

Namun kini keberadaannya kian mengkhawatirkan. Sang petani hutan tak sebebas dahulu. Pohon tempat ia bersarang, banyak yang ditebang karena alihfungsi lahan. Membuat miris karena rangkong yang sudah bersarang pun, kerap mengalami kegagalan karena penebangan pohon tempat ia bersarang. Pun dengan ketersediaan pakan yang terus berkurang. Ditambah lagi dengan ancaman perburuan terus mengintai. Perdagangan satwa ilegal masih marak terjadi. Rangkong kerap menjadi sasaran untuk diperjualbelikan.  

Karenanya kini populasinya menurun drastis dalam waktu yang sangat cepat. Di tahun 2011, statusnya masih hampir terancam. Namun di tahun 2015, berubah menjadi kritis. Pemerintah sendiri sudah menetapkan seluruh jenis rangkong di Indonesia masuk dalam daftar satwa dilindungi. IUCN bahkan menyebut rangkong gading (Rhinoplax vigil) berstatus Critically Endangered (CR), hanya satu tahap lagi menuju punah. Statusnya meningkat tajam hanya dalam waktu tiga tahun, dari semula berstatus Near Threatened (NT). Beragam upaya untuk melindungi satwa dilindungi terus dilakukan, tetapi ancaman masih ada.  

Hal ini tentu tak bisa dibiarkan begitu saja. Menyelamatkan rangkong, berarti menyelamatkan hutan pula. Menjaga udara tetap bersih. Dan untuk melakukan hal itu, perlu peran semua pihak. Bergandengan tangan untuk menjaga rangkong tetap terbang di bentang hutan liar, menebar biji-biji kehidupan.  

Program ini dibangun bersama masyarakat lokal untuk ikut serta menjaga kelestarian burung rangkong dengan mendorong hubungan positif antara masyarakat dengan keberadaan rangkong. Program ini merupakan bagian dari pengambangan ekowisata pengamatan rangkong berbasiskan masyarakat yang dimulai dari tahun 2017. 

Rangkong Indonesia mengajak untuk ikut serta dalam program Adopsi Rangkong Bersarang dan Pohon Pakan. Kedua program ini bertujuan untuk merawat 13 jenis rangkong yang ada di Indonesia, khususnya yang berada di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Lewat program ini, siapa pun bisa ikut berperan untuk merawat rangkong untuk tetap lestari di alam bebas. 

Program ini dijalankan dengan melibatkan masyarakat lokal setempat. Mereka akan menjadi garda terdepan dalam menjaga pohon tempat rangkong bersarang. Agar rangkong betina bisa lebih leluasa untuk menjaga anakannya dan terbebas dari berbagai ancaman. Masyarakat lokal pula yang nantinya akan terus memantau perkembangan anakan rangkong sehingga siap keluar dari sarangnya. Terbang bebas menebar biji-bijian menjalankan perannya sebagai sang petani hutan. 

Sejak 2017, Rangkong Indonesia berupaya mendokumentasikan data sekaligus berupaya melestarikan rangkong di habitat aslinya khususnya di Kabupaten Kapuas Hulu. Ada tiga lokasi yang menjadi fokus pemantauan rangkong di Kabupaten ini. Lewat kampanye #yangSetiaYangDijaga, program ini berupaya mengajak serta masyarakat lokal, kegiatan pemantauan dilakukan secara tersusun dan sistematis.  

Ada beberapa paket adopsi rangkong yang bisa diambil oleh siapa pun yang peduli pada kelestarian burung kharismatik ini. Bisa melalui perorangan, maupun kelompok. Siapa saja yang mengadopsi rangkong, akan mendapatkan sertifikat, papan nama di pohon pakan dan informasi serta dokumentasi terkini mengenai rangkong yang bersarang secara berkala. 

Untuk program adopsi rangkong gading (Rhinoplax vigil), biayanya sebesar Rp.6 juta. Sementara untuk adopsi rangkong bertubuh besar seperti Enggang cula (Buceros rhinoceros), Enggang jambul (Berenicornis comatus), Julang emas (Rhyticeros undulatus), Julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus) biaya adopsinya sebesar Rp.2 juta. Ada pun untuk adopsi rangkong bertubuh kecil seperti Karangkeng hitam (Anthracoceros malayanus), Karangkeng perut putih (Anthracoceros albirostis) dan Enggang klihingan (Anorrhinus gelaritus) biaya adopsinya juga sebesar Rp.2 juta. Sementara untuk adopsi pohon pakannya sebesar Rp. 500 ribu. 

Untuk ikut serta dalam program ini, dijalankan dalam satu siklus berbiak rangkongnya itu sendiri. Antara dua hingga tiga bulan untuk rangkong bertubuh kecil. Tiga hingga empat bulan untuk rangkong bertubuh besar. Sementara khusus untuk rangkong gading, selama enam bulan. 

Keseluruhan dana yang terhimpun dalam kedua program tersebut, akan digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan dalam upaya menjaga kelestarian sang petani hutan di alam bebasnya. Dimulai dari pencarian, pendataan, pemantauan hingga penjagaan rangkong. 

Pada akhirnya, upaya merawat sang petani hutan memerlukan peran dan kolaborasi dari semua pihak. Menjaga keberlangsungannya, sekaligus juga menjaga hutan tetap lestari. Mari bersama merawat sang petani hutan tetap terbang menyebar biji-biji kehidupan.